LBH Pers dan Dewan Pers Mengkritik RUU Penyiaran
- admin
- 0
kfoodfair2015.com – LBH Pers bergabung dalam menyoroti draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru. Direktur LBH Pers, Wahyudin, mendesak DPR RI untuk mengevaluasi dan mencabut pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang bertentangan dengan Undang-Undang Pers (UU Pers).
Wahyudin menyatakan bahwa pandangan LBH Pers tidak jauh berbeda dengan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) dan Dewan Pers. Dia menekankan pentingnya evaluasi dan pencabutan pasal-pasal yang tidak sesuai dengan UU Pers.
Dia juga menyatakan rasa heran terhadap Draft RUU Penyiaran yang paling baru. Wahyudin ingin mengetahui latar belakang dan tujuan dari pasal-pasal yang bertentangan dengan UU Pers. Dia menilai aneh bahwa DPR RI tidak mengetahui bahwa konten jurnalistik dilindungi oleh UU Pers.
Sebelumnya, Dewan Pers juga telah mengkritik draf RUU Penyiaran terbaru. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, menganggap RUU tersebut berbahaya bagi kebebasan pers dan tumpang tindih dengan UU Pers.
Yadi menyatakan bahwa dalam draf yang diterima sebagai bahan rapat Baleg (Badan Legislasi DPR) pada 27 Maret 2024, RUU ini dianggap berbahaya bagi kebebasan pers dan ada kewenangan yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 tentang Pers.
Yadi meminta DPR untuk menjaring aspirasi dari kelompok masyarakat dalam penyusunan RUU. Dia menyarankan agar DPR meminta masukan dari masyarakat pers dan civil society.
Yadi menyoroti setidaknya dua poin dalam RUU itu. Dia mengkritik adanya aturan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat menyelesaikan sengketa jurnalistik. Dia menyatakan bahwa Pasal 8A huruf q dalam RUU yang dibahas Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024 menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Pasal ini dianggap akan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.